Jakarta – Konflik antara pengelola pasar dengan pedagang sering terjadi, salah satu contoh kasus, di Pasar 16 Illir, Kota Palembang. Menurut Sudaryono, Ketua Umum DPP Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) penyebab utama adalah ketidakpahaman pengelola pasar dalam mengelola, dan ketidaksinkronan antara tujuan dan tindakan, hingga ada banyak kebijakan yang tidak bisa diterima oleh pedagang.
“Salah satu contohnya, yaitu naiknya retribusi ditengah-tengah menurunnya daya beli masyarakat. Pengelola pasar atau pemda seenaknya menaikan retribusi. Sementara pengelola pasar tidak berupaya untuk membuat pasar ramai pasar, seperti melakukan promosi,” terang Sudaryono, Jumat (15/3/2024).
Sudaryono menambahkan, bahkan seringkali tidak ada keberpihakan atau upaya-upaya untuk memfasilitasi pedagang, hingga kenaikan retribusi tersebut mendapatkan pertentangan dari pedagang.
Masih kata Sudaryono, begitu pula dalam hal revitalisasi – pengelola, dinas dan pemda hanya berfikir tentang proyek pembangunan, hingga mendapatkan penolakan dari pedagang.
Lalu apa yang harus dilakukan pengembang dan pedagang dalam mengatasi hal ini? Menurut Sudaryono, harus menyatukan visi, dan menyamakan langkah serta tujuan.
“Dari sisi pemda, pemerintah harus merubah mindset-nya, dan menunjuk pengelola pasar yang profesional, tidak hanya sebagai penarik retribusi,” pungkasnya.
Dalam hal ini, kata Sudaryono, APPSI selalu berusaha untuk memfasilitasi, memediasi, dan mengkomunikasikan dengan pengelola atau pemerintah, walaupun seringkali tidak dihiraukan. (Fchan-1)