Para penjual warung tegal (warteg) mau tak mau mengurangi porsi makanan yang dijual untuk menyisiati kenaikan harga beras tanpa harus menaikan harga.
Hal ini diungkapkan oleh Mukroni, Ketua Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara) menyusul persoalan mahalnya harga beras yang saat ini terjadi.
“Yang tadinya satu kilogram beras bisa untuk sembilan piring, kami bagi porsinya untuk sepuluh porsi,” ungkapnya, seperti dikutip dari Kompas.com, Rabu (22/2/2023).
Menurut Mukroni, dengan mengurangi porsi makanan untuk pembeli, harapannya bisa menambah pendapatan dari satu porsi itu sebagai bentuk kompensasi harga beras yang sedang tinggi.
Langkah mengurangi porsi nasi ini pun dianggap pilihan paling tepat dibanding menaikkan harga makanan ketika daya beli masyarakat sedang terpuruk akibat kenaikan harga bahan pokok.
Para pedagang warteg khawatir bila mereka menaikkan harga imbas mahalnya beras dan bahan pokok lain, maka pembeli yang didominasi kelas menengah ke bawah akan pergi.
“Masyarakat masih pelit untuk membelanjakan uangnya karena mungkin kebutuhan lainnya yang juga mengalami kenaikan,” ungkapnya.
Selain penjual warteg, pedagang eceren pun juga mengeluhkan mahalnya harga beras.
Nur, salah satu pemilik warung eceren yang menjual beras di Kemanggisan Palmerah, mengaku mau tak mau harus menaikan harga beras di warungnya agar mendapatkan untung.
“Yah harus naikinlah Rp 1.000 per liter kayak beras merek Jambu yang biasanya Rp9.000 per liter saya jual Rp10.000, terus kalau merek Wayang juga sama yang sebelumnya Rp10.000 saya naikin Rp 11.000 per liter,” ujar Nur.
Nur bilang, dirinya harus menaikkan harga beras lantaran beras yang ia beli dari distributor beras juga naik yang biasanya Rp420.000 untuk beras isi 50 kilogram menjadi Rp430.000.
Menurut Nur, Kenaikan harga beras tersebut sudah berangsur lebih dari 3 mingguan. Sementara untuk stok beras di pasaran dinilai tidak begitu sulit didapatkan Kenaikan harga beras sudah terjadi sejak akhir tahun lalu.
Mengutip dari Pusat Informasi Hargan Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga beras kulitas bawah I tembus Rp 13.500 pada awal tahun lalu, kualitas bawah II Rp 14.000, dan kualitas menengah Rp 16.000 per kilogram.
Untuk saat ini harganya sudah turun walaupun masih tergolong mahal. Beras kualitas bawah I dibanderol Rp 12.000 per kilogram, beras kualitas bawah II dibanderol Rp 11.650 per kilogram, dan beras kualitas menengah Rp 13.050 per kilogram.
Seenatar, di situs Kemendag, harga beras Premium di DKI Jakarta awal Februari 2023 dibandrol Rp 12.453 per kg, di Jawa Barat Rp 12.921 per kg, dan di Jawa Tengah Rp 13.056 per kg. Sementara itu, di Sumatera Barat harga beras Premium mencapai Rp 16.375 per kg.
Sedangkan harga beras Medium dibandrol seharga 11.444 per kg di DKI Jakarta, Rp 10.840 per kg di Jawa Barat, dan Rp 10.984 per kg di Jawa Tengah. Adapun harga beras medium tertinggi di Sumatera Barat yakni Rp 14.542 per kg.
Penyebab harga beras naik
Sebelumnya, penyebab harga beras naik di pasaran, menurut Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau Mendag Zulhas, karena beras yang dipasok Bulog ke pasar-pasar tradisional berkualitas premium.
Dari situ, kata dia, para perantara atau pedagang memanfaatkan keunggulan beras tersebut dengan menjualnya dengan harga lebih mahal.
Hal itu diungkapkan Zulhas menyusul temuan Presiden Joko Widodo saat mengunjungi Pasar Rakyat Baturiti, Tabanan, Bali, pada Kamis (2/2/2023).
Menurutnya, harga beras Bulog Rp8.300 per kilogram. Pedagang menjual harga beras yang seharusnya Rp9.540 per kilogram menjadi di atas Rp10.000 per kilogram.
“Jadi beras yang dikeluarkan Bulog, (harga) beras Bulog itu kan Rp8.300 (per kilogram) harusnya sampai ke pasar itu Rp9.540, ada keuntungan yang di tengah sama pengecer tapi sekarang kadang-kadang diambil besar karena berasnya bagus, dijual premium. Ini dipotong,” kata Zulhas di Denpasar, Bali, Jumat (3/2/2023).
Untuk mengatasi hal ini, Zulhas akan berkoordinasi dengan Bulog untuk memasok beras ke pedagang tanpa perantara.
“Perintah Pak Presiden untuk menggelontorkan beras besar-besaran agar tidak ada perantara lagi,” sambungnya.
Pemerintah pun telah menyiapkan strategi untuk mengendalikan harga dan ketersediaan pangan menjelang Ramadan, yakni dengan mengelontorkan beras Bulog secara masif, meningkatkan produksi Minyakita yang awalnya 300 ton sebulan menjadi 450 ton sebulan.
Pemerintah pusat dan daerah akan memberikan subsidi ongkos pengiriman barang untuk membantu memangkas distribusi pangan. kompas