Sejumlah pedagang di Pasar Cimalaka, Kabupaten Sumedang menggelar aksi unjuk rasa terkait rencana revitalisasi pasar yang dilakukan oleh pihak ketiga atau pengembang, Rabu (24/5/2023). Pedagang menilai rencana tersebut akan berimbas kepada tingginya harga kios.
Dalam aksinya, sejumlah pedagang yang tergabung dalam Forum Warga Pasar Cimalaka ini, sempat berjalan dengan menutupi akses Jalan Raya Nasional Bandung-Cirebon yang berada di dekat lokasi pasar.
Mereka berjalan menuju ke Kantor Kecamatan Cimalaka dan Kantor Desa Cimalaka. Aksi tersebut terpaksa dilakukan pedagang agar aspirasinya dapat didengar melalui forum musyawarah.
Salah seorang pedagang pasar Nanis mengungkapkan, keberatannya terkait rencana revitalisasi tersebut.
“Jelas keberatan, revitalisasi ini tanpa ditempuh jalan musyawarah sementara pihak ketiga dan pengembang sudah ada. Sementara warga pasar belum dikasih tahu,” terang Nanis.
Menurutnya, tingginya harga kios imbas dari revitalisasi tersebut menjadi persoalan bagi para pedagang.
“Belum didata berapa kita baru denger-denger bahwa untuk kios 2×4 meter itu harganya mencapai 230 juta (Rupiah), Dp-nya 66 juta (Rupiah) gitu kalau tidak salah,” paparnya
“Dan kalau tidak bayar akan dialihkan kepada yang lain, itu kan memberatkan bagi kami yang sudah puluhan tahun berdagang di pasar,” ungkap Nanis menegaaskan.
Ia berharap para pedagang pasar terlebih dulu diajak bermusyawarah sebelum rencana revitalisasi dilaksanakan.
“Kami inginnya ada musyawarah dulu, tapi setiap didatangi ke sini (kantor kecamatan dan kantor desa) selalu tidak ada,” terangnya.
Nanis diketahui telah lama berdagang di pasar Cimalaka. Di sana ia memiliki sebuah kios dari warisan orang tuanya yang dulunya juga sebagai pedagang pasar.
“Kalau dibangun setuju saja tapi jangan mendadak kaya gini, harus ada Dp, harus ada ini itu, minta jarak waktu lah dua sampai tiga tahun,” ucapnya.
Sementara itu, pedagang lainnya, yakni Dian memgungkapkan, saat ini para pedagang meminta dibubarkannya panitia percepatan revitalisasi yang telah terbentuk. Kemudian hentikan dulu pendataan yang dilakukan oleh pihak desa dan pihak pengembang.
“Lalu ganti pihak ketiga atau pengembang, karena kami sudah merasakan tidak adanya keberpihakan kepada pihak desa maupun ke warga,” terangnya.
Ia berharap pihak desa dapat terlebih dulu melaksanakan forum musyawarah bersama para pedagang sebelum berlanjut kepada pihak pengembang.
Bahkan menurutnya, rencana revitalisasi pasar tersebut tidak perlu melibatkan pihak ketiga atau pengembang. Akan tetapi, pelaksanaannya dilakukan secara swakelola antar pedagang.
“Apalagi kalau ada (bantuan) dari APBD, itu harapan kami agar harga kios dapat terjangkau bagi para pedagang khususnya pedagang yang telah lama,” terangnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, UMKM Kabupaten Sumedang Hari Tri Santosa mengatakan, pasar Cimalaka statusnya merupakan pasar desa yang berada di atas lahan kas desa dan PAD-nya (Pendapatan Asli Desa) dikelola oleh pihak Desa.
“Jadi itu pasar desa Cimlaka, PAD dan sebagainya masuk ke Desa,” terang kepada detikJabar.
Hari menjelaskan, pasar desa sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2007.
“Di sana disebutkan bahwa pasar desa adalah pasar tradisional yang berkedudukan di desa dan dikelola serta dikembangkan oleh pemerintah desa dan masyarakat desa,” terangnya.
Hari menyebut, beberapa pasar yang dikelola oleh Disperindag dan UMKM Sumedang di antaranya Pasar Buahdua, Pasar Conggeang, Pasar Inpres Sumedang Kota, Pasar Darmaraja, Pasar Wado Pasar Tanjungsari dan Pasar Cimanggung.
“Jadi kalau pasar desa mau dikelola oleh Dinas maka lahannya harus diserahkan kepada Pemda,” terangnya. DETIK