Fluktuasi harga pangan dan kebutuhan pokok mulai menggerus pendapatan para pedagang di pasar tradisional. Para pedagang pun mengeluhkan kondisi ini, terlebih di masa transisi pemulihan ekonomi pasca pandemi.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Mujiburrohman mengatakan, pedagang pasar masih belum sepenuhnya pulih dari keterpurukan akibat pandemi COVID-19. Kenaikan sejumlah harga komoditas pangan juga menurunkan daya beli masyarakat.
“Banyak pedagang pasar yang mengeluh omzetnya menurun. Oleh karena itu, saya berharap bahwa daya beli masyarakat akan cepat pulih,” ujar Mujibburohman dalam keterangannya, Minggu (7/8).
Dia menjelaskan, dampak nyata dari kerugian yang dirasakan oleh pedagang pasar adalah adanya kesulitan untuk membayar biaya operasional karena kenaikan harga. Ia pun berharap situasi dan kondisi akan segera membaik.
“Pedagang pasar belum punya alternatif lain untuk mengatasi permasalahan omzet. Semua kembali ke pemerintah yang harus menjadi agregator untuk memfasilitasi pedagang pasar melalui kebijakan yang sesuai agar kondisi ekonomi pedagang pasar bisa kembali pulih,” tutup jelasnya.
Chief Economist BRI Danareksa Sekuritas yang juga Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Telisa Aulia Falianty mengatakan, penurunan daya beli akibat kenaikan harga yang terjadi saat ini mempengaruhi omzet pedagang di pasar tradisional.
“Penurunan daya beli tentu mempengaruhi omzet pedagang. Tidak hanya itu, isu pengenaan PPN 11 persen pada sembako juga sempat menjadi sentimen negatif, ditambah lagi daya beli masyarakat yang belum terlalu pulih pascapandemi,” kata Telisa.
Dia melanjutkan, kenaikan harga pangan saat ini didorong oleh lonjakan harga berbagai komoditas yang menjadi bahan baku. Tak hanya itu, kenaikan harga pangan dan barang pokok ini juga berkontribusi terhadap kenaikan inflasi.
Adapun inflasi di Juli 2022 mencapai 0,64 persen secara bulanan (mtm) dan 4,94 persen secara tahunan (yoy). Inflasi di bulan lalu secara tahunan tersebut merupakan yang tertinggi sejak Oktober 2015.
Menurut Telisa, dampak kenaikan harga kebutuhan pokok dirasakan oleh berbagai pihak, yakni pelaku usaha di pasar tradisional hingga masyarakat menengah ke bawah.
“Pemerintah telah menggelontorkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk menjaga daya beli masyarakat. Namun selain itu, upah riil juga perlu terus dijaga agar geliat di pasar tetap muncul dan dapat menopang ekonomi masyarakat dengan baik,” jelas dia.
Untuk mengatasi situasi ekonomi pasar yang tidak stabil, lanjut dia, perlu adanya sinergi baik dari pemerintah pusat dan daerah, terlebih dalam perluasan dan peningkatan program revitalisasi pasar. Dia pun menyarankan program digitalisasi pasar agar pasar tradisional dapat beradaptasi dengan zaman.
“Selain itu, pemerintah juga dapat memberikan subsidi agar terjadi peningkatan kualitas produk di pasar, sehingga masyarakat juga dapat berbelanja dengan nyaman,” katanya.
Telisa menuturkan, untuk memudahkan pedagang pasar agar dapat bertahan di segala situasi ekonomi, diperlukan regulasi-regulasi yang memudahkan, seperti CSR bagi pelaku usaha terkait dengan pasar tradisional, pemberian insentif dan keringanan bagi penerapan pajak untuk produk yang dijual, sertamemberikan kemudahan akses sistem pembayaran bagi pedagang dan pembeli.
“Regulasi perlindungan bagi seluruh pedagang pasar yang kondusif tidak hanya di pusat namun juga di daerah,” tambahnya. KUMPARAN