Hilirisasi Bahan Tambang, adalah strategi perdagangan internasional , dalam kerangka membangun Kemandirian Perindustrian Nasional. Dipergunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat
Semakin mendekatnya hajatan nasional pemilu di Indonesia, selain telah mendorong tingkat suhu politik juga tidak sedikit melahirkan pemikiran pemikiran cerdas dan strategis dari kalangan masyarakat
Tingkat pemikiran cerdas, dan strategis tersebut, juga dari sisi kualitas konsep tidak kalah dari para penganat, pemikir dan praktisi yang sudah sering muncul di media masa, bahkan jauh lebih kreatif dari padanya.
Salah satu pemikiran yang programnya telah dicanangkan sejak periode pemerintahan SBY hingga saat ini adalah program hilirisasi bahan tambang, sebuah upaya melakukan pengolahan dan pemurnian bahan bahan tambang di dalam negeri sebelum diekspor ke berbagai negara tujuan.
Kebijakan itu, diikuti oleh pelarangan ekspor bahan bahan tambang mentah, pada akhir tahun 2014, guna mewujudkan dan menjawab sebuah ikon populer di kalangan praktisi geologi pertambangan, bahwa kita hanya mampu menjual tanah air. Artinya bahan tambang mentah berupa tanah dan batuan serta air berupa minyak mentah terutama selagi masih kita merupakan salah satu produsen minyak bumi
Program hilirisasi sesungguhnya merupakan pengejawantahan dari amanat Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, bahwa : Bumi air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat
Dalam konteks itu, artinya ada hak penguasaan negara, di dalamnya
Interpretasi atas Pasal 33 ayat (3), jangan dilakukan secara parsial, tetapi harus dimaknai secara utuh secara keseluruhan mulai dari ayat (1), ayat (2), dengan ayat (4) secara integral
Hal itu perlu dilakukan guna menghindari kesalahan implementasi sebagaimana yang telah berlangsung saat ini. Kesalahan implementasi tidak lain karena kesalahan pemaknaan dari pengertian hak penguasaan negara (HPN), atas kekayaan alam yang dimiliki oleh negara
Di lain pihak, penulis melihat bahwa, tidak menutup kemungkinan kesalahan pengertian dan pemaknaan dari HPN tersebut, merupakan taktik pengaturan dan pengaburan dalam melegitimasi sistem perdagangan internasional akan kebutuhan barang barang tambang dari negara negara barat untuk menguasai kekayaan alam negara negara berkembang yang kaya akan bahan bahan tambang.
Kecurigaan itu tidaklah berlebihan, karena negara negara barat cenderung menghalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhannya, kalau perlu melakukan aneksasi dan peperangan pun mereka lakukan.
Pelurusan pengaburan pemaknaan HPN, harus segera di akhiri dan diputus guna mendudukkan posisi negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas kekayaan alamnya yang hanya dipergunakan untuk sebesar sebesarnya kemakmuran rakyat
HPN, yang dalam pengertian beberapa pakar dan Mahkamah Konstitusi hanya sebatas pada pengaturan, distribusi pengelolaan dan pengawasan telah mendorong penguasaan kekayaan alam cenderung tidak terkendali dan mengabaikan kebutuhan rakyat dalam negeri, ini adalah sebuah pengertian yang telah keluar dari ruh dipergunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat
Pengertian Pasal 33 ayat (3), harus dikunci dan bermuara pada sebesar besarnya kemakmuran rakyat. Ini artinya, negara harus hadir melakukan pengendalian atas pemanfaatan seluruh kekayaan alam Indonesia.
Salah satu contoh dari itu, adalah negara harus melindungi kepentingan kebutuhan nasional, yaitu bagaimana kekayaan alam yang ada harus dialokasikan terlebih dahulu bagi kebutuhan nasional. Kalau kebutuhan nasional sudah terpenuhi, maka baru melakukan transaksi internasional dalam konteks perdagangan secara umum.
Program hilirisasi tersebut, kemudian dilakukan penajaman oleh Presiden Jokowi dengan menghadirkan beberapa jenis industri smelter bahan tambang di beberapa tempat, terlepas dari polemik pemilik industri smelter tersebut
Dari sisi nilai tambah bagi negara, Presiden Jokowi mengemukakan angka angkanya, yaitu kalau transaksi bahan tambang mentah dalam perdagangan kompditas internasional, Negara hanya memperoleh nilai sebesar 15 trilyun rupiah, maka dengan program hilirisasi negara akan meraup sedikitnya 360 trilyun pernah tahun. dari sisi nilai, program itu sudah mulai menampakkan hasil. Hanya tetap saja negara harus hadir memainkan instrumen pengendalian agar nilai yang diperoleh dapat maksimal, guna melahirkan tujuan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat.
Tersendat seandatnya program hilirisasi bahan tambang, tidak lain dari adanya tantangan global yang tidak menginginkan Indonesia mengambil langkah program pengolahan bahan mentah menjadi bahan minimal bahan setengah jadi, dengan beberapa alasan yang sesungguhnya merupakan ketakutan mereka, atas Indonesia, antara lain : pertama akan banyak industri smelter mereka tutup, kedua, akan ada peningkatan perolehan bahan baku, karena bahan baku industri yang mereka peroleh bukan bahan mentah yang lebih murah, tetapi sudah bahan setengah jadi dengan nilai yang lebih tinggi, ketiga, Indonesia akan mengalami pertumbuhan industri dan ekonomi yang signifikan dan akan menjelma menjadi kekuatan ekonomi baru, karena selain memiliki bahan baku mentah yang berlimpah, juga mereka meyakini Indonesia akan menguasai industri industri Strategis lebih cepat dari yang mereka perkirakan.
Ketakutan mereka dapat dilihat dari langkah mereka melakukan gugatan ke peradilan WTO, dan alhamdulillah sebagaimana kita ketahui kita dikalahkan oleh mereka. Namun, kekalahan di dalam WTO tidak menyurutkan langkah Presiden Jokowi melanjutkan program hilirisasi. Ini artinya, tantangan dan gangguan dari mereka yang melakukan gugatan akan menghadang di depan mata bangsa dan negara kita
Apa yang penulis uraikan saat ini tidak lain karena ketertarikan dari sebuah tulisan yang beredar di beberapa media sosial, adalah adanya kolerasi tantangan hilirisasi dengan kontestasi pilpres tahun 2024 yang akan datang. Makanya, uraian itu penulis kutip, yang isinya sebagai berikut :
Salah satu yang upaya yang mungkin dilakukan negara negara barat adalah secara tidak langsung mempengaruhi agar Presiden terpilih tahun 2024 adalah figur yang lunak dan bersahabat dengan mereka. Agar program hilirisasi ini tidak dilanjutkan
Sosok safety player, yang berprinsip zero enemy.
Oleh karena itu kita harus pastikan sosok Presiden terpilih, adalah sosok Nasionalis, Petarung yang berani berjuang membela kepentingan bangsa dan tanah airnya.
Mencermati uraian tulisan di atas, sosok itu tidak lain harus mempunyai kemampuan diplomasi secara handal, berani, konsisten dalam memperjuangkan kepentingan rakyat.
Kalau dilihat dari rekam jejak seperti di atas, PRABOWO SUBIANTO, lebih indentik dengan kritetia itu. Hal itu, dapat dilihat, bagaimana dia memainkan ritme diplomasi untuk moderenisaai alutsista nasional, yang sebelumnya mengalami kebuntuan, Dia diterobos sehingga mampu menghasilkan beberapa kesepakatan kesepakatan yang menguntungkan semua pihak. Dalam konteks petarung, Prabowo adalah petarung sejati, dengan tidak jeranya mengalami kekalahan, sebuah bukti Dia petarung sejati, hanya karena ingin mewujudkan Indonesia sebagai macan asia
Di lain pihak, Keberhasilan yang diraih Prabowo tidak lain karena memegang teguh prinsip prinsip diplomasi luar negeri yang bebas aktif sebagai prinsip non blok yang menginginkan ada kesetimbangan kekuatan negara negara di dunia dengan pendekatan damai, kesamaan kedudukan dan kesejahteraan.
Penulis : Nandang Sudrajat (Sekjen DPP Papera)