Bitung – Kenaikan BBM (Bahan Bakar Minyak) sangat berpengaruh bagi pedagang, termasuk bengkaknya biaya operasional usaha. Karenanya APPSI secara intensif mendukung dan memperjuangkan aspirasi ribuan pedagang di Kota Bitung dengan cara melayangkan surat pengurangan pembayaran kios atau lapak secara menyeluruh kepada Perumda Pasar.
Hal ini langsung direspon oleh Direktur Eksekutif DPD APPSI Kota Bitung H Harsono Muhammad, Harsono saat diwawancarai lewat telepon celular. Ia mengatakan semua pedagang harus berdokumen agar memiliki legal standing penggunaan fasilitas pasar yang dikelola Perumda, sebab pasar bukan lagi dikelola oleh Dinas Perdagangan atau Pemerintah. Hal juga dilakukan untuk menghindari penyegelan, sehingga pedagang harus memiliki dokumen yang lengkap.
“Saat ini pedagang yang minta pengurangan adalah mereka yang telah berdokumen sesuai dengan komitmen APPSI, karena dokumen sangatlah penting untuk melindungi pedagang dari penyegelan oleh pihak Perumda”, kata Harsono, Sabtu 10 September 2022.
Harsono juga mengatakan, saat ini pedagang meminta pengurangan tarif sewa karena situasi dan kondisi yang sulit. Pasar sepi, daya beli masyarakat menurun, ditambah harga pangan bahan pokok terdongkrak naik hingga 30- 40%, bahkan saat ini inflasi sudah melebihi batas estimasi nasional.
“Situasi pasar sepi, harga bahan pokok naik hingga 30 sampai 40% maka pedagang kesulitan, inflasi tinggi, bahkan sudah melebihi estimasi nasional. Momentum kenaikan harga BBM sangat berdampak pada pasar rakyat, imbasnya daya beli menurun”, terang Harsono menjelaskan.
Lanjut Harsono, sejauh ini belum juga dilihat ada perubahan yang signifikan terhadap penataan pasar yang profesional dari pengelola dalam hal ini Perumda pasar. Sejak awal berdiri dan pemberlakuan tarif sewa oleh Perumda pasar, kondisi lokasi sampai saat ini tidak ada perubahan.
“Masih menjadi catatan bahwa perubahan infrastruktur pasar untuk mendukung kegiatan ekonomi agar pasar bergairah tidak terlihat sejak awal Januari hingga 8 bulan pemberlakuan tarif sewa. Banyak pedagang contohnya di Pasar Winenet mengakui bahwa pasar aktif hanya sampai jam 10 atau 11 pagi, siangnya sepi sekali, dan ini menekan omset pedagang”, ujar Harsono.
Harsono juga menambahkan, di Pasar Sagerat, menurut laporan komisariat, sejak satu bulan terakhir terjadi pengurangan pedagang karena pasar sepi. Ada juga beberapa pedagang gulung tikar alias berhenti jualan.
Kondisi ekonomi dan situasi pengelolaan yang tidak berpihak pada keadilan inilah yang mendorong APPSI meminta kepada semua stakeholder dan pemerintah untuk melakukan pengkajian ulang terhadap kebijakan tarif sewa kios dan lapak di sejumlah pasar yang ada di Kota Bitung.
“Kami berharap stakeholder Pasar dan Pemerintah dapat mengkaji kembali terkait tarif sewa kios dan lapak yang ada di sejumlah pasar di Kota Bitung. Jika perlu, APPSI juga mendorong agar sistem sewa dikaji kembali karena kurang berpihak pada pedagang. Sebaiknya pengelola dan pemerintah memberikan Hak Guna Bangunan (HGB) atau hak pakai untuk legalitas pedagang secara permanen. Sehingga pedagang terhindar dari upaya penyegelan dan pengambil-alihan sepihak, tutup Harsono yg juga staf pengajar di STISIPOL merdeka Manado.
APPSI juga menilai pemerintah daerah juga harus bertanggung jawab dalan rangka memajukan dan meramaikan pasar. Selain itu pengelola juga harus peka dalam penataan dan pengelolaan pasar, sehingga minat dan keinginan masyarakat belanja ke pasar akan semakain besar, dan mampu membuat pasar tradisional tidak kalah nyaman dengan pasar modern.